Minggu, 21 Februari 2016

TUGAS TERSTRUKTUR 2 KIMIA ORGANIK


NAMA : RATIA FATMIE WILANDA
NIM    : RSA1C114007


1. Cari gugus pergi yang lebih kuat, Contoh OH, Cari basa yang bisa menyingkirkan gugus pergi yang lebih kuat tersebut, dan buat mekanisme reaksinya, dan apa komporsi yang banyak !
            JAWAB :

Reaksi dehidrasi etanol oleh asam sulfat pada suhu 180  :

Reaksi eliminasi etanol oleh asam sulfat ini dikenal sebagai reaksi dehidrasi sebab pada reaksi ini, atom H dan gugus OH dari etanol dieliminasi dan membentuk air.


Mekanisme reaksi diawali dengan serangan proton terhadap etanol menghasilkan etanol terproton, proton berasal dari ionisasi asam sulfat. Etanol terproton akan terdisosiasi membentuk etil karbokation dan molekul air. Selanjutnya, etil karbokation mengalami pelepasan proton menjadi etena.


2. Cari reaksi yang menghasilkan produk eliminasi dan substitusi !
            JAWAB :



3. Dari gambar berikut tentukanlah konformasi yang paling stabil dan tidak stabil !



JAWAB :


MEKANISME REAKSI :




PROYEKSI NEWMAN :



Sabtu, 20 Februari 2016

TUGAS MANDIRI 4 KIMIA ORGANIK II

Pengertian Reaksi Adisi
 Reaksi adisi adalah reaksi penggabungan dua atau lebih molekul menjadi sebuah molekul yang lebih besar dengan disertai berkurangnya ikatan rangkap dari salah satu molekul yang bereaksi akibat adanya penggabungan. Biasanya satu molekul yang terlibat mempunyai ikatan rangkap. Contoh reaksi adisi adalah reaksi antara etena dengan gas klorin membentuk 1,2­dikloroetana.




Reaksi adisi hanya terbatas pada molekul yang mempunyai ikatan rangkap, seperti alkena dan alkuna. Molekul yang mempunyai ikatan rangkap karbon­hetero seperti gugus karbonil (C=O) atau imina (C=N) dapat melangsungkan reaksi adisi karena juga mempunyai ikatan rangkap.
Reaksi adisi merupakan kebalikan dari reaksi eliminasi. Sebagai contoh, reaksi hidrasi alkena dan dehidrasi alkohol merupakan pasangan reaksi adisi-eliminasi.
Adisi artinya penambahan atau penangkapan. Dalam reaksi adisi, suatu zat ditambahkan ke dalam senyawa C yang mempunyai ikatan rangkap, sehingga ikatan rangkap itu berubah menjadi ikatan tunggal. Reaksi adisi dibedakan atas (a) reaksi adisi elektrofilik dan (b) reaksi adisi nukleofilik.
Reaksi Adisi Elektrofilik
Reaksi adisi elektrofilik terjadi apabila gugus yang pertama menyerang suatu ikatan rangkap pereaksi elektrofil. Reaksi adisi elektrofilik ditemukan pada senyawa C yang mengandung ikatan rangkap antara dua atom C seperti alkena dan alkuna. Contoh reaksi adisi elektrofilik adalah reaksi antara etena dengan asam klorida menghasilkan etil-klorida.



Reaksi Adisi Nukleofilik
Reaksi adisi nukleofilik terjadi apabila gugus yang pertama kali menyerang suatu ikatan rangkap merupakan pereaksi nukleofil. Reaksi adisi nukleofilik ditemukan pada senyawa C yang mengandung ikatan rangkap antara dua atom C dengan atom lain, seperti senyawa yang mengandung gugus karbonil dan senyawa yang mempunyai gugus sianida. Contoh reaksi adisi nukleofilik adalar reaksi antara dimetil-keton dengan asam sianida menghasilkan 2-siano-2-propanol.



PERMASALAHAN :

Jelaskan apakah senyawa benzena dapat mengalami reaksi adisi ?






Minggu, 14 Februari 2016

TUGAS MANDIRI 3 KIMIA ORGANIK II

Pengertian Reaksi Eliminasi
             Reaksi eliminasi adalah suatu jenis reaksi organik dimana dua substituen dilepaskan dari sebuah molekul baik dalam satu atau dua langkah mekanisme. Reaksi satu langkah disebut dengan reaksi E2, sedangkan reaksi dua langkah disebut dengan reaksi E1. Harap diingat bahwa simbol angka pada huruf E (yang berarti elimination) tidak melambangkan jumlah langkah. E2 dan E1 menyatakan kinetika reaksi, yaitu berturut-­turut bimolekuler dan unimolekuler.
            Pada sebagian besar reaksi eliminasi organik, minimal satu hidrogen dilepaskan membentuk ikatan rangkap dua. Dengan kata lain akan terbentuk molekul tak jenuh. Hal tersebut memungkinkan sebuah molekul melangsungkan reaksi eliminasi reduktif, dimana valensi atom pada molekul menurun dua. Jenis reaksi eliminasi yang penting melibatkan alkil halida, dengan gugus pergi (leaving group) yang baik, bereaksi dengan basa Lewis membentuk alkena. Perhatikan contoh reaksi eliminasi berikut ini:



            Reaksi eliminasi adalah kebalikan dari reaksi adisi. Ketika senyawa yang tereliminasi asimetris, maka regioselektivitas ditentukan oleh aturan Zaitsev.

Reaksi E1 (Alkil Halida)
            Reaksi E1 adalah reaksi eliminasi dimana suatu karbokation (suatu zat antara yang tak stabil dan berenergi tinggi, yang dengan segera bereaksi lebih lanjut) dapat memberikan sebuah proton kepada suatu basa dan menghasilkan sebuah alkena. Pada reaksi SN1, salah satu cara karbokation mencapai produk yang stabil ialah dengan bereaksi dengan sebuah nukleofil.
Karbokation adalah suatu zat antara yang tak stabil dan berenergi tinggi. Karbokation memberikan kepada basa sebuah proton dalam reaksi eliminasi, dalam hal ini reaksi E1 menjadi sebuah alkena.
Tahap 1 (lambat)
            Tahap pertama dalam reaksi eliminasi adalah tahap lambat dan merupakan tahap penentu laju dari reaksi keseluruhan. Suatu reaksi E1 yang khas menunjukkan kinetika order-pertama, dengan laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi alkil halide saja.
Tahap 2 (cepat)
            Dalam tahap dua reaksi eliminasi, basa itu merebut sebuah proton dari sebuah atom karbon yang terletak berdampingan dengan karbon positif. Elektron ikatan sigma karbon hidrogen bergeser ke arah muatan positif, karbon itu mengalami
Rehibridisasi dari keadaan sp3 ke keadaan sp2, dan terbentuklah alkena.
Karena suatu reaksi E1 berlangsung lewat zat antara karbokation, maka tidak mengherankan bahwa alkil halida tersier lebih cepat daripada alkil halida lain.
Reaksi E2 (Alkil Halida)
            Reaksi E2 (eliminasi bimolekular) ialah reaksi eliminasi alkil halida yang paling berguna. Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila digunakan basa kuat, sepertiOH dan OR, dan temperatur tinggi. Secara khas reaksi E2 dilaksanakan dengan memanaskan alkil halida dengan K+ -OH / Na+ -OCH2CH3 dalam etanol.
            Reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbokation sebagai zat-antara, melainkan berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni terjadi pada satu tahap, sama seperti reaksi SN2.
  1. Basa membentuk ikatan dengan hidrogen
  2. Elektron-elektron C-H membentuk ikatan pi
  3. Brom bersama sepasang elektronnya meninggalkan ikatan sigma C-Br.

            Persamaan diatas menunjukkan mekanisme, dengan anak panah bengkok menyatakan “pendorongan elektron” (electron-pushing). Struktur keadaan transisi dalam reaksi satu tahap ini adalah :
            Dalam reaksi E2, seperti dalam reaksi E1, alkil halida tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. (Bila diolah dengan suatu basa, alkil halide primer biasanya begitu mudah bereaksi substitusi, sehingga sedikit alkena terbentuk).
  1. Efek isotop kinetik
Sekelumit bukti eksperimen yang membantu orang memahami mekanisme E2 ialah perbedaan dalam laju eliminasi antara alkil halide berdeuterium dan tak berdeuterium. Perbedaan dalam laju reaksi antara senyawa yang mengandung isotop yang berbeda disebut efek isotop kinetik.
            Deuterium (, atau D) ialah isotop hidrogen yang intinya terdiri dari satu proton dan satu neutron. Ikatan C-D lebih kuat daripada ikatan C-H sebanyak 1,2 kkal/mol. Telah dipostulatkan bahwa pemutusan ikatan C-H adalah bagian integral (dari) tahap penentu laju (satu-satunya tahap) dari suatu reaksi E2. Apa yang terjadi bila H yang akan tereliminasikan digantikan oleh D? Pemutusan ikatan CD yang lebih kuat itu meminta lebih banyak energi. Jadi, Eakt harus lebih tinggi dan laju reaksi eliminasi akan lebih rendah.
            Bila 2-bromopropana berikut ini dibiarkan bereaksi E2 dengan CH3CH2O- sebagai basa, dijumpai bahwa senyawa berdeuterasi hanya dengan 1/7 laju senyawa 2-bromopropana. Fakta ini mendukung mekanisme E2 yang diuraikan di atas.

  1. Campuran alkena
            Seringkali reaksi E1 dan E2 dirujuk sebagai eliminasi beta (β). Istilah ini mencerminkan hidrogen mana yang dibuang dalam reaksi ini. Pelbagai macam atom karbon dan hidrogen dalam sebuah molekul dapat ditandai dengan α, β, dan seterusnya, menurut alphabet Yunani. Atom karbon yang mengikat gugus fungsional utama dalam sebuah molekul disebut karbon alfa (α), dan karbon berikutnya karbon beta (β). Hidrogen yang terikat pada karbon α disebut hidrogen-hidrogen α, sementara yang terikat pada karbon β adalah hidrogen-hidrogen β. Dalam suatu reaksi eliminasi β, sebuah atom hidrogen β dibuang bila terbentuk alkena. (Tentu saja, alkil halida yang tak mengandung hidrogen β tak dapat melangsungkan eliminasi β).
            Jika 2-bromopropana atau t-butil bromida mengalami eliminasi, hanya akan diperoleh satu macam produk alkena yang mungkin. Namun bila gugus alkil disekitar karbon α berlainan terhadap lebih dari satu macam hidrogen β, maka akan diperoleh lebih dari satu alkena. Reaksi E2 dari 2-bromobutana menghasilkan dua alkena karena dapat dieliminasi dua macam atom hidrogen: sebuah hidrogen dari satu gugus CH3 atau sebuah hidrogen dari sebuah gugus CH2.
  1. Alkena mana yang terbentuk ?
            Dalam tahun 1875 seorang ahli kimia Rusia, Alexander Saytseff, merumeskan aturan berikut, yang sekarang disebut aturan Saytseff: Alkena yang memiliki gugus alkil terbanyak pada atom-atom karbon ikatan rangkapnya, terdapat dalam jumlah terbesar dalam campuran produk reaksi eliminasi. Alkena ini dirujuk sebagai Alkena tersubstitusi lebih-tinggi. Aturan Saytseff meramalkan 2-butena akan terdapat lebih banyak daripada 1-butena sebagai produk dalam reaksi E2 dari 2-bromobutana. Hal ini memang terbukti. Dalam reaksi berikut, campuran alkena terdiri 80% 2-butena dan hanya 20% 1-butena.
            Telah ditetapkan bahwa alkena tersubstitusi-lebih-tinggi lebih stabil daripada alkena yang tersubstitusi-kurang-tinggi. oleh karena itu eliminasi E2 menghasilkanalkena yang lebih stabil.
            Untuk memahami mengapa alkena yang lebih stabil (2-butena) lebih disukai daripada alkena yang kurang stabil (1-butena), hendaknya keadaan transisi yang menghasilkan kedua butena ini diperhatikan. Dalam masing-masing keadaan transisi basa sedang merebut proton dan suatu ikatan rangkap sedang terbentuk. Dikatakan bahwa keadaan transisi memiliki karakter ikatan rangkap, yang dinyatakan oleh garis titik-titik dalam rumusnya.
            Karena kedua keadaan transisi yang menghasilkan alkena ini memiliki karakter ikatan-rangkap, maka keadaan transisi yang menghasilkan alkena yang lebih stabil, juga lebih distabilkan dan memiliki energy yang lebih rendah. Reaksi yang keadaan transisinya berenergi lebih rendah, akan berlangsung dengan lebih cepat; oleh karena itu alkena yang lebih stabil merupakan produk yang lebih berlimpah.
            Alkena-alkena trans lebih melimpah sebagai produk reaksi E2, karena lebih stabilnya keadaan transisi. Persamaan berikut ini menunjukkan hasil reaksi E2 dari 2-bromopentana.
  1. Stereokimia suatu reaksi E2
Dalam keadaan transisi suatu reaksi eliminasi E2, basa yang menyerang dan gugus yang pergi umumnya sejauh meungkin, atau anti. Karena inilah maka eliminasi E2 seringkali dirujuk sebagai anti-eliminasi.
            Ciri yang menarik mengenai anti-eliminasi ialah bahwa peletakan-anti dari H dan Br yang akan dibuang menentukan stereokimia alkena sebagai produk. Untuk memahami terjadinya hal ini, perhatikan reaksi E2 dari beberapa halide stereoisomerik. Senyawa 1-bromo-1,2-difenilpropana mempunyai dua atom karbon kiral (karbon 1 dan 2) dan empat stereoisomer.
            Karena terdapat hanya satu hidrogen β dalam halida awal, maka stereoisomer yang manapun akan menghasilkan C6H5(CH3)C CHC6H5. Namun dalam produk ini dapat terjadi keisomeran geometrik.
            Bila atau (1R,2R)-1-bromo-1,2-difenilpropana ataupun (1S,2S)-enantiomernya menjalani reaksi E2, akan terbentuk (Z)-alkena secara eksklusif; tak akan terbentuk (E)-alkena.
            Mengapa hanya terbentuk produk (Z) dan tak ada produk (E)? Karena hanya ada satu konformasi dari masing-masing enantiomer inti di mana Br dan hidrogen β berposisianti, baik dari enantiomer (1R,2R) maupun dari enantiomer (1S,2S). Dalam masing-masing enantiomer ini pelurusan anti- antara H dan Br akan menaruh gugus-gugus fenil pada satu sisi dari molekul, sehingga dihasilkan (Z)-alkena. Seandainya eliminasi dapat terjadi tanpa memperdulikan konformasi enantiomer- enantiomer ini, pastilah akan dijumpai pula (E)-alkena.
            Keadaan tepat terbalik pada enantiomer-enantiomer (1R,2S) atau (1S,2R).Masing-masing enentiomer ini justru menghasilkan (E)-alkena, dan tak ada (Z)-alkena. Alasannya sekali lagi, ialah hanya ada satu konformasi dalam mana Br dan satu-satunya H β itu berposisi anti satu terhadap yang lain. Dalam konformasi ini gugus-gugus fenil berada dalam sisi-sisi yang berlawanan.
            Suatu reaksi dimana stereoisomer yang berlainan dari pereaksi menghasilkan produk yang secara stereoisomerik berlainan, disebut reaksi stereospesifik. Reaksi E2 adalah suatu contoh reaksi stereospesifik.
            Halosikloalkana seperti klorosikloheksana dapat juga bereaksi E2. Dalam kasus-kasus ini, konformasi cincin memainkan peranan penting dalam jalannya reaksi. Agar berposisi anti dalam suatu cincin sikloheksana, gugus pergi (seperti klor) dan suatu H β, garuslah 1,2-trans dan diaksial. Tak ada konformasi lain yang meletakkan H dan Cl inianti satu terhadap yang lain. Meskipun konformasi ini bukan konformasi favorit, beberapa persen molekul halosikloalkana berada dalam konformasi ini pada suatu saat dan dengan demikian dapat menjalani eliminasi.
Mekanisme E2
             E2 merupakan reaksi eliminasi bimolekuler. Reaksi E2 hanya terdiri dari satu langkah mekanisme dimana ikatan karbon­hidrogen dan karbon­halogen terputus membentuk ikatan rangkap C=C. Reaksi E2 dilangsungkan oleh alkil halida primer dan sekunder. Reaksi ini hampir sama dengan reaksi SN2. Reaksi E2 secara khusus menggunakan basa kuat untuk menarik hidrogen asam dengan kuat. Perhatikan gambar berikut:

                                           Suatu basa kuat digunakan untuk menarik hidrogen asam

 Mekanisme E1
             E1 merupakan reaksi eliminasi unimolekuler. E1 terdiri dari dua langkah mekanisme yaitu ionisasi dan deprotonasi. Ionisasi adalah putusnya ikatan karbon­halogen membentuk intermediet karbokation. Reaksi E1 biasanya terjadi pada alkil halida tersier. Reaksi ini berlangsung tanpa kuat, melainkan dengan basa lemah (dalam suasana asam dan suhu tinggi). Reaksi E1 mirip dengan reaksi SN1, karena sama­-sama menggunakan intermediet karbokation. Perhatikan dua langkah reaksi E1 berikut ini:
Langkah 1 (ionisasi)


 Langkah 2 (deprotonasi)



PERMASALAHAN :
Bagaimana alkena terbentuk pada reaksi E1 ?
Mohon bantuaannya :-)


Rabu, 10 Februari 2016

TUGAS TERSTRUKTUR 1 KIMIA ORGANIK

REAKSI  SAPONIFIKASI
            Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus  (alifatis) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion amonium.
        Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan, Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga sudah meluas, terutama pada srana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan air, sabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan.
         Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang apat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (“seperti antrium atau kalium hidroksida) pada suhu 800-100oC melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa , menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional , alkalo yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan , atau dari arang kayu. Sabun dapat pula dibuat dari minyak tumbuhan seperti minyak zaitun.
        Sifat-Sifat Sabun
1.   Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasikan dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar daripada minyak atau alkali . Pada suhu di atas 750C viskositas sabun tidak dapat mengikat secara signifikan, tapi di bawah suhu 750C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperatur sabun ddan komposisi minyak atau lemak dicampurkan
2.   Sabun bersifat basa , sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh aor. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa

CH(CH2)16COONa + H2O→CH3(CH2)16COOH + NaOH
3.   Sabun menghasilkan buih atau busa . Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih , peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
4.   Sabun mempunyai sifat membersihkan . Sifat ini disebabkan proses kimia koloid , sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat plar
maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
            Saponifikasi
        Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebgai sabun. Asam lemak yang digunakan yaiut asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda antara atom-atom carbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi dengan unsur lain. Basa alkali yang digunaka yaitu basa-basa yang menghasilka  garam basa lemah seperti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya.



Adapun mekanisme reaksinya adalah :
                                                                          
 Mekanisme reaksi yang terjadi :



REAKSI WALDEN
             Untuk membuktikan adanya inversi konfigurasi pada reaksi SN2 yaitu dengan menggunakan substrat yang bersifat aktif optik. Inversi konfigurasi inidisebut inversi Walden, sebagai penghormatan terhadap Walden atas jasanyadalam melakukan observasi yang intensif yang mengungkapkan adanya fenomenatersebut. Contoh yang digunakan oleh Walden untuk membuktikan terjadinyainversi konfigurasi pada reaksi SN2 ini adalah reaksi antara (+)-asam malat dengantionil klorida (SOCl2) yang menghasilkan (+)-asam klorosuksinat, sedangkan bila(+)-asam malat direaksikan dengan PCl5 ternyata menghasilkan (-)-asamklorosuksinat.

            Salah satu hasil reaksi di atas, mengalami inversi konfigurasi dan yang lain mengalami retensi konfigurasi. Yang menjadi masalah adalah hasil yang manakahyang mengalami retensi konfigurasi dan yang manakah yang mengalami inversikonfigurasi. Dalam hal ini sulit ditentukan karena rotasi tidak selalu berhubungandengan konfigurasi, dalam arti bahwa senyawa yang konfigurasinya serupa tidakharus mempunyai rotasi dengan arah yang sama.
Contoh lain yang diamati Walden adalah reaksi antara (+)-asam klorosuksinatdengan KOH dan Ag2O.

            Reaksi KOH dengan senyawa (+)-asam klorosuksinat ternyata diperolehsenyawa aktif optik yang merupakan enantiomernya, sedangkan reaksinya dengan Ag2O menghasilkan (+)-asam malat. Terjadinya inversi pada konfigurasi padareaksi SN2 ini juga ditunjukkan oleh reaksi antara (R)-2-bromooktana dengan ionhidroksida OH¯ yang menghasilkan (S)-2-oktanol dengan persamaan reaksi :


            Inversi konfigurasi dapat terjadi dalam reaksi diatas, di mana terlihat bahwa gugus OH¯ tidak menempati posisi yang sebelumnya diduduki oleh Br. Dapat dikatakan bahwa alkohol yang terbentuk yaitu 2-oktanol mempunyai konfigurasi yang berlawanan dengan 2-bromooktana. Inversi konfigurasi artinya suatu reaksi yang menghasilkan senyawa dengan konfigurasi yang berlawanan dengan konfigurasi reaktan.

Selasa, 02 Februari 2016

REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK

Sebelum membahas tentang reaksi nukleofilik, saya akan menjelaskan sedikit tentang reaksi substitusi terlebih dahulu.
REAKSI SUBSTITUSI
            Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom atau gugus atom oleh atom atau gugus atom lain. Jadi dalam reaksi substutisu suatu atom atau gugus atom yang terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut dan tempatnya yang kosong akan diganti oleh atom atau gugus atom yang lain. Berdasarkan pereaksi yang yang dipergunakan, reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi (a) reaksi substitusi radikal bebas; (b) reaksi substitusi nukleofilik; dan (c) reaksi substitusi elektrofilik.
            Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom senyawa hidrokarbon oleh atom senyawa lain. Reaksi substitusi pada umumnya terjadi pada senyawa jenuh (alkana). Alkana dapat mengalami reaksi substitusi dengan halogen. Reaksi substitusi juga dapat diartikan sebagai  reaksi dimana berlangsung penggantian ikatan kovalen pada suatu atom karbon. Reagensia pengganti dan gugus lepas yang meninggalkan substrat dapat berupa nukleofil atau elektrofil (atau radikal bebas). Secara umum, reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut:       Reaksi secara umum:
R - H    +    X2  →  R – X     +    H – X
Alkana     halogen         haloalkana    asam klorida
·         Contoh:
CH3-CH3 (g) + Cl2 (g)  →  CH3-CH2-Cl (g)  +  HCl (g)
Etana             gas klor            kloroetana         asam klorida
1. Reaksi Substitusi Radikal BebasReaksi substitusi radikal bebas terjadi apabila gugus yang mengganti adalah radikal bebas. Pereaksi radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang mengandung sebuah elektron yang tidak berpasangan. Pereaksi radikal bebas umumnya digunakan pada reaksi yang menyebabkan pemutusan homolitik dari substrat. Reaksi ini dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang reaktif. Radikal tersebut beresaksi dengan molekul lain membentuk radikal bebas baru yang meneruskan reaksi berikutnya. Contoh reaksi substitusi radikal bebas adalah reaksi antara metana dengan gas klor mengasilkan monoklor-metana dan asam klorida.
2. Reaksi substitusi elektrofilik
                 Reaksi substitusi elektrofilik merupakan reaksi pergantian elektrofil. Elektrofil merupakan kebalikan dari nukleofil. Elektrofil merupakan spesi yang tertarik pada muatan negatif. Jadi elektrofil merupakan suatu asam Lewis. Pada umumnya reaksi substitusi elektrofilik yang disubstitusi adalah H+ atau asam Lewis. Reaksi SE dapat terjadi pada senyawa benzena atau benzena tersubstitusi. Contoh reaksi SE benzena, meliputi: nitrasi, sulfonasi, halogenasi, alkilasi, asilasi, reaksi substitusi elektrofilik substituen EDG benzena monosubstitusi, reaksi substitusi elektrofilik substituen EWG benzena monosubstitusi dan reaksi substitusi elektrofilik benzena disubstitusi.
3.  Reaksi Substitusi Nukleofilik
            Reaksi substitusi nukleofilik terjadi apabila gugus yang mengganti merupakan pereaksi nukleofil. Contoh reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi antara etanol dengan asam bromida menghasilkan etil-bromida.

                                               
            Reaksi Substitusi Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:

Contoh masing-masing reaksi adalah:
2. Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik Pada dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2 adan SN1. Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian. A. Reaksi SN2 Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
           Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.
B. Reaksi SN1 Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antarakarbon dengan gugus pergi putus.

Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk

            Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada a gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.


X yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o-Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik Reaksi substrat R > 2o >> 1o.

PERMASALAHAN :
Bagaimana perbandingan mekanisme substitusi SN1dan SN2 dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut, struktur, dan nukleofil secara spesifik ? Mohon bantuannya :-)



PENGANTAR DAN KLASIFIKASI SENYAWA ORGANIK

PENGANTAR KIMIA ORGANIK

Senyawa organik merupakan senyawa yang sudah dikenal lama dalam kehidupan manusia. Sejak dahulu, mesir kuno telah menggunakan pewarna indigo dan alizarin untuk mewarnai kain. Mereka juga telah mampu mengawetkan mayat (mumi) menggunakan formalin. Di tempat lain, orang-orang Phoenix menggunakan warna “ungu kerajaan” yang diperoleh dari molusca sebagai bahan pewarna kain. Ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa organik dinamakan kimia organik. Sebagai ilmu tersendiri, kimia organik baru berkembang sejak sekitar 200 tahun yang lalu.
Sampai awal abad XIX, kimia organik (sesuai dengan namanya), didefinisikan oleh para ahli sebagai ilmu kimia yang mempelajari senyawa yang datang dari benda hidup. Pada waktu itu, bahkan para ahli berkeyakinan bahwa tidak mungkin mensintesis (membuat) suatu senyawa organik tanpa melalui proses metabolisme makhluk hidup (kekuatan vital atau vital force). Senyawa-senyawa kimia seperti urea dan gula hanya bisa dibuat oleh makhluk hidup, dan belum ada sampai saat itu metode yang dapat dilakukan untuk membuat urea atau gula dari benda mati atau anorganik. Jadi, kimia organik adalah lawan dari kimia anorganik.
Untuk itu, pada tahun 1770, seorang ahli kimia Swedia yang bernama Torbern Bergman, mendefinisikan kimia organik sebagai ilmu yang mempelajari senyawa-senyawa yang diambil dari organisme hidup, dan senyawa-senyawa tersebut membutuhkan kekuatan vital (organisme) untuk membuatnya.
Selanjutnya, pada tahun 1784 Lavoisier untuk pertama kalinya menemukan bahwa unsur penyusun utama senyawa organik adalah C, H, dan O. Dan pada tahun 1811-1831, Justus Liebig, J.J. Berzelius, dan J.B.A. Dumas mengembangkan metode kuantitatif untuk menentukan komposisi senyawa organik.
Keyakinan para ilmuwan bahwa senyawa organik harus berasal dari makhluk hidup, hanya bertahan selama 6 dasawarsa. Pada tahun 1828, salah seorang murid Berzelius yaitu Friederich Wohler, secara tidak sengaja mampu mensintesis urea dari senyawa anorganik. Pada waktu itu, dia sedang mereaksikan larutan perak sianat (AgOCN) dengan larutan amonium klorida (NH4Cl). Reaksi ini menghasilkan larutan amonium sianat (NH4OCN) dan endapan perak klorida (AgCl). Setelah dipisahkan, dia ingin mendapatkan kristal amonium sianat dengan cara memanaskan larutan amonium sianat. Ternyata, karena pemanasan terlalu lama, senyawa tersebut memang mengkristal, namum berubah menjadi urea [(NH2)2CO].


Kejadian ini menggemparkan dunia kimia pada waktu itu, urea yang merupakan senyawa organik, dapat dibuat dari amonium sianat yang merupakan senyawa anorganik. Semenjak itu, banyak sintesis senyawa organik yang dilakukan di laboratorium.
Karena kejadian itu pula (dan sintesis senyawa organik di laboratorium lainnya), definisi kimia organik pun berubah. Tahun 1861, Friederich Kekule mengusulkan bahwa kimia organik harus didefinisikan sebagai cabang ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa karbon. Akan tetapi, sebenarnya definisi ini pun tidaklah terlalu tepat, karena sebagiamana akan dipelajari, ada pula senyawa karbon yang bukan organik.
Meskipun begitu, definisi ini lebih tepat karena memang semua senyawa organik mengandung karbon, sementara senyawa karbon yang bukan organik jenisnya hanya sedikit. Berikut ini tabel yang akan memberikan gambaran beberapa perbedaan antara senyawa karbon organik dengan senyawa karbon anorganik.


KLASIFIKASI SENYAWA ORGANIK
Gugus fungsi

Keluarga asam karboksilat mengandung gugus fungsi karboksil (-COOH). Asam asetat merupakan salah satu contohnya.
Konsep mengenai gugus fungsi sangat penting dalam kimia organik, karena berperan untuk menggolongkan struktur dan untuk memprediksi karakteristiknya. Gugus fungsi dapat berpengaruh pada sifat fisik dan kimia suatu senyawa organik. Molekul-molekul dikelompokkan berdasarkan basis gugus fungsinya. Alkohol, misalnya, memiliki subunit C-O-H. Semua alkohol cenderung bersifat hidrofilik, biasanya membentuk ester.
Senyawa alifatik
Hidrokarbon alifatik dapat dibagi menjadi 3 seri homolog berdasarkan tingkat saturasi:
·         parafin/alkana yang tanpa ikatan rangkap dua atau ikatan rangkap tiga,
·         olefin atau alkena yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap dua, contohnya di-olefin (diena) atau poliolefin.
·         alkuna yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap tiga.
Selain ini digolongkan berdasarkan gugus fungsi yang ada. Senyawa yang ada bisa rantai lurus, rantai bercabang, atau siklik. Derajat percabangan menentukan karakteristiknya.
Senyawa aromatik

Benzena adalah salah satu senyawa aromatik yang paling dikenal karena salah satu yang paling sederhana dan paling stabil.
Hidrokarbon aromatik mengandung ikatan rangkap dua terkonjugat. Hal ini berarti tiap atom karbon pada cincin terhibridisasi sp2 sehingga menambah stabilitas. Contoh yang paling umum adalah benzena yang strukturnya dirumuskan oleh Kekulé.
Senyawa heterosiklik
Karakteristik hidrokarbon siklik akan berubah jika terdapat heteroatom di dalamnya, yang dapat hadir dalam bentuk substituen yang menempel di luar cincin (eksosiklik) atau sebagai bagian dalam cincin (endosiklik). Piridina dan furan merupakan contoh heterosiklik aromatik sedangkan piperidina dan tetrahidrofuran merupakan contoh heterosiklik alisiklik.
Polimer

Papan renang terbuat dari polistirena, salah satu contoh polimer.
Salah satu karakteristik penting karbon adalah siap bergabung membentuk rantai atau jaringan melalui ikatan-ikatan. Proses penggabungan ini dinamakan polimerisasi, sedangkan rantai atau jaringan yang terbentuk disebut polimer. Senyawa awalnya disebut monomer.
Ada 2 kelompok polimer utama yang ada: polimer sintetis dan biopolimer. Polimer sintetis sengaja dibuat dan sering disebut denganpolimer industri.[1] Biopolimer muncul di alam tanpa campur tangan manusia.

PERMASALAHAN :
Saya masih belum mengerti apa yang dimaksud dengan ikatan rangkap dua terkonjugat dan juga tolong berikan penjelasan lanjut tentang eksosiklik dan endosiklik, terimakasih :-)